Perjalanan Jakarta-Bali sebelum menyelam di Nusa Penida
Semeruuu
Rawon Team @ Kalimati

Siapa yang tidak kenal dengan Gunung Semeru? Gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan puncak bernama Mahameru yang dikenal sebagai puncak para dewa ini sudah sangat terkenal dengan cerita mistisnya.

Saat itu tim kami yang beranggotakan 15 orang akan melanjutkan perjalanan menuju Mahameru. Dinginnya malam dan ramainya pendaki yang terobsesi pada puncak para dewa, membuat langkah kaki menjadi semakin berat menapaki jalur kerikil dan pasir yang seakan tak ada habisnya. Satu langkah kupijak, namun aku mundur tiga langkah ke belakang. Begitu berulang-ulang. Lelah rasanya. Ditambah saat itu aku sedang dalam kondisi berhalangan dan kurang tidur.

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana teman-temanku Meiri, Nevy, dan Mas Catur menggigil menungguku yang hampir setiap 15 menit mencari tempat untuk merebahkan tubuh. Sedangkan 6 orang anggota tim kami sudah berjalan lebih dulu dan 5 orang lainnya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan.

Mas Catur berkata, “Kalau sudah gak kuat, gak usah memaksakan diri. Dan jangan terlalu lama tidur. Takutnya kamu kena batu.” Namun saat itu aku masih merasa kuat untuk melanjutkan perjalanan. Batas vegetasi sudah lewat jauh di bawah. Puncak hanya sekitar 2 jam perjalanan lagi. Tapi aku tak kuasa menahan rasa kantuk yang kian merasuki tubuhku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke Kalimati.

Mas Catur yang hendak mengantarkanku ke Pertigaan Arcopodo. Di sana Gilang dan Stevan menungguku. Mereka juga tak melanjutkan perjalanan menuju Mahameru. Stevan cedera dan Gilang sudah sangat kelelahan.

Di perjalanan, aku bertemu dengan seorang pendaki laki-laki yang juga hendak turun menuju Kalimati, Mas Amir namanya. Dan begitulah, aku turun dengan Mas Amir menuju Kalimati, sedangkan Mas Catur kembali melanjutkan perjalanan menuju Mahameru.

Kami turun dengan bergandengan tangan karena Mas Amir takut aku terjungkal. Lagipula, ia telah beberapa kali mendaki Gunung Semeru dan lebih mengerti bagaimana terjalnya jalur kembali menuju Arcopodo dibandingkan dengan aku yang baru pertama kali mendaki gunung ini. Banyak hal yang kami bicarakan, hingga tanpa sadar kami berada di satu jalur yang begitu gelap.

“Bener ya ini jalurnya? Kok sepi? Aku juga gak ketemu temenku yang udah nunggu di Pertigaan Arcopodo.”

Firasatku mulai tak tenang saat itu. Aku mengarahkan headlamp ke depan, begitu pula dengan Mas Amir. Namun gelap begitu pekat.

“Mas, ada orang! Itu ada cahaya headlamp! Yuk ikutin.” kataku sembari menunjuk ke satu arah di depan kami. Sebuah cahaya headlamp berjalan di depan kami. Karena mengira itu pendaki lain, kami segera bergegas mengikutinya.

Namun tiba-tiba dia hilang.

Cahaya itu. Ia seakan membawa kami ke dalam kegelapan yang semakin pekat. Dan sunyi.

“Kenapa tiba-tiba aku merinding ya?” Mas Amir membuka suara.

Aku terdiam. Melirik sedikit ke arahnya. Dengan segala upaya aku mencoba menghalau ketakutan itu. “Kita balik aja yuk, Mas?” jawabku.

Akan tetapi Mas Amir sepertinya berhasil mengumpulkan keberanian. Ia mencoba menyusuri jalur yang ada di depan kami. Sedangkan aku, diam terpaku di tempatku berdiri.

Pikiranku sejenak melayang. Baru saja aku bertemu dengan cahaya headlamp yang tiba-tiba menghilang, lalu bagaimana bila aku juga berpapasan dengan hewan buas? Hei, tempat ini sangat gelap! Pikiranku sedikit kalut mengingat sore hari tadi, seorang ranger bercerita di Kalimati bahwa baru-baru ini telah ditemukan jejak hewan buas di jalur menuju Sumber Mani.

“Kita balik aja yuk. Di sana jurang.” kata Mas Amir, membuyarkan kekalutanku.

Deg! Jantungku berdegup. Tanpa banyak bicara, kami berjalan kembali ke jalur awal.

Beruntung, setelah berjalan kurang lebih 20 menit, kami bertemu dengan pendaki lain yang juga akan kembali turun ke Kalimati. Thanks God!


PS : Entah jalur apa yang kami lewati saat turun dari Mahameru, namun yang pasti aku tidak bertemu dengan Gilang dan Stevan selama perjalanan. Aku tiba di camp ground Kalimati sekitar pukul 7, sedangkan Stevan dan Gilang tiba pukul 8 lewat. Mereka menungguku selama kurang lebih satu jam di Pertigaan Arcopodo.

Recommended Posts