Perjalanan selalu memiliki banyak cerita.

Baik yang menyenangkan maupun menegangkan, ada suka dan duka.

Adapula yang mengalami hal-hal di luar dugaan atau bahkan musibah.

Tak ada yang tahu, karena sematang apapun rencana perjalanan kita buat, semestalah yang akan menjadi penentu pada akhirnya.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 10

“Lho mana yang lain?” Aku yang baru saja tiba di rumah Ibu Nani, tempat teman-temanku menginap di Labuan Bajo, bertanya pada Bang Bye yang terlihat sedang beristirahat di teras rumah.

“Udah jalan barusan. Habis darimana lo?” Ia berbalik bertanya.

“Eh, kita ditinggal? Habis dari hotel. Padahal kita udah minta tungguin,” jawabku.

“Nyusul aja naik ojek. Anak-anak belum lama kok berangkatnya.” Bang Bye memberikan saran.

Merin, Kak Sherly, dan aku hanya berpandang-pandangan tanpa sepatah kata pun terucap dari bibir kami. Ya mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur alias kami telah ditinggalkan oleh rombongan teman-teman yang lain. Ah, mungkin angkotnya tak muat untuk menampung 3 orang lagi, pikirku.

 



Setelah berpamitan dengan beberapa teman yang memang memilih untuk beristirahat di rumah Ibu Nani, kami bertiga segera melangkahkan kaki menuju jalan raya hendak mencari kendaraan apa yang bisa mengantarkan kami ke Goa Batu Cermin.

“Gila ya, padahal angkot kan bisa muat banyak orang. Apa susahnya coba ngangkut kita bertiga? Gue baru kali ini nih ditinggal temen selama perjalanan. Pada nggak setia kawan banget sih.” Kak Sherly masih menggerutu.

Tak ingin suasana semakin memanas, aku dan Merin memilih diam. Mungkin jika mereka memberitahukan alasan tak menunggu kami karena angkot yang mereka sewa sudah penuh, atau ada beberapa tempat yang ingin mereka kunjungi dan khawatir kami tidak tertarik, tentu akan membuat kami jauh lebih mengerti. Tapi nyatanya, kami ditinggalkan tanpa alasan yang jelas. Jadilah Kak Sherly tak henti-henti mengumpat.

Ah sudahlah, daripada pusing mencari-cari alasan mengapa kami bertiga ditinggal oleh rombongan yang lain, lebih baik jika kami mencari kendaraan yang bisa mengantarkan hingga Goa Batu Cermin. Karena hanya bertiga, tak mungkin menyewa angkot. Jadi, pilihan satu-satunya memang hanya mencari ojek. Aku melayangkan pandangan ke jalan raya di depanku, menghentikan sebuah motor yang lewat tanpa boncengan.

“Ojek! Pak, ojek, Pak?” Aku mencoba menyapa pengendara motor yang lewat tanpa boncengan sembari melambaikan tangan. Bapak tersebut menghentikan motornya. Setelah berbincang-bincang, kami sepakat untuk membayar ongkos 10 ribu hingga tiba di Goa Batu Cermin.

DCIM102GOPROGOPR8538.

Goa Batu Cermin berada di Kampung Wae Kesambi, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores. Jika ditempuh dengan menggunakan motor dari dermaga Labuan Bajo, akan memakan waktu kurang lebih 15 menit dengan jarak tempuh sekitar 4.8 kilometer.

Harga tiket masuk Goa Batu Cermin hanya 5 ribu rupiah. Murah, meriah, hati pun senang. Dari pos pembelian tiket, kami masih harus berjalan kaki selama kurang lebih 10 menit melewati hutan-hutan bambu hingga tiba di pintu gerbang Goa Batu Cermin.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 2

Dari pintu gerbang, aku menyusuri setapak demi setapak anak tangga hingga tiba di mulut goa. Di sini telah disediakan helm untuk menjaga kepala agar tidak terbentur dengan dinding goa. Sambil memegang senter ponsel, tak jarang kami harus berjalan jongkok melewati sebuah terowongan sempit dan memiringkan badan hingga akhirnya bisa menyaksikan beberapa stalaktit dan stalakmit yang bercahaya karena tersorot senter. Hal ini disebabkan karena stalaktit dan stalakmit yang ada di goa ini mengandung garam.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 3
Pintu gerbang Goa Batu Cermin

Menurut penuturan seorang pemandu yang kami temui, dulu goa ini diduga berada di dasar laut. Hal ini diperkuat dengan temuan fosil berbentuk penyu dan bebatuan karang yang ditemukan di dinding goa. Sayang sekali, karena gelap dan cahaya tidak memadai, aku tidak mengabadikan fosil penyu tersebut ke dalam foto. Hiks.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 1
Kak Sherly harus menunduk karena celah goa yang sempit

Berjalan beberapa meter dari fosil penyu, aku melihat sebuah celah berdiameter kurang lebih 2 meter. Melalui celah ini, cahaya matahari masuk dan memantul di dinding batu, sehingga merefleksikan cahaya kecil ke area lain di dalam goa yang terlihat seperti cermin. Inilah asal mula penamaan Goa Batu Cermin. Namun, fenomena ini tidak bisa disaksikan setiap saat. Waktu terbaik untuk melihatnya ialah saat musim hujan dimana banyak air memenuhi celah tersebut, dan sekitar tengah hari. Tergantung apakah posisi matahari tepat berada di atas lubang atau tidak.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 7

Bukit Sylvia

Ternyata benar dugaanku, angkot telah penuh oleh teman-teman kami yang juga memiliki tujuan wisata yang sama, yaitu Goa Batu Cermin dan Bukit Sylvia. Karena tak mungkin memaksakan duduk berdempetan di angkot, Merin, Kak Sherly, dan aku memilih menghubungi ojek yang mengantarkan kami tadi siang untuk menjemput kami dari Goa Batu Cermin dan mengantarkan hingga Bukit Sylvia. Untung saja kami dengan sigap meminta nomor handphone abang ojek layaknya meminta nomor handphone gebetan.

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 9

Labuan Bajo, Menyusuri Goa Batu Cermin Hingga Mengejar Sunset di Bukit Silvia 11
Pemandangan dari puncak Bukit Sylvia

Dari Goa Batu Cermin, kami bertolak cukup jauh ke Bukit Sylvia yang berjarak kurang lebih 3.1 kilometer. Karena jarak yang cukup jauh dan jalan menanjak, kami harus mengeluarkan ongkos sebesar 20 ribu.

Hanya trekking selama 5 menit dengan medan berpasir dan sedikit berbatu, aku tiba di puncak Bukit Sylvia. Tak hanya Sylvia, ada beberapa bukit di sini. Salah satunya bernama Bukit Cinta. Pemandangan yang disuguhkan dari ketinggian bukit-bukit ini begitu ciamik! Kemilau jingga langit sore menjelang terbenamnya matahari dan garis pantai yang meliuk dengan indah sekilas mengingatkanku akan eksotisme Pulau Padar.

DCIM102GOPROGOPR8570.
Merin dan rumput yang menguning di Bukit Sylvia

 

DCIM102GOPROGOPR8575.
Bapak ojek yang bersedia mengantarkan kami berkeliling Labuan Bajo

 

Recommended Posts