Kita seringkali abai.

Padahal, deteksi dini tumor payudara merupakan hal yang sangat penting.

Yayasan Kanker Indonesia - Deteksi dini tumor payudara

“Rara…, gue diduga kena tumor ganas payudara….”

Aku tersentak. Tak ada lagi kata-kata yang terucap melalui pengeras suara gawaiku. Suara itu menjelma sunyi. Hanya sesekali isak tangis terdengar. Aku masih merekatkan telinga pada gawai yang kugenggam, mendengarkan hening di seberang sana sembari menyiapkan tas kecilku, hendak menyusulnya.

Karin, ia duduk terkulai di bangku koridor rumah sakit. Seorang diri. Aku mendekatinya perlahan, kemudian duduk di sampingnya. Namun, ia tak menoleh. Tetap saja duduk tertunduk. Rambutnya yang terurai menutupi wajahnya yang basah dengan derai air mata. Karin, ia yang biasanya selalu tertawa, kini menangis pilu di hadapanku.

Kuraih badan Karin yang lebih mungil dariku ke dalam rangkulan. Ia tersentak, memandangiku sesaat, kemudian kembali membenamkan wajahnya dalam tangis tanpa membalas pelukanku. Tangannya bergetar hebat dan wajahnya begitu lusuh. Pun begitu dengan rambut panjangnya. Tatapannya yang hanya sepersekian detik terasa begitu memilukan. Nggak apa, Karin. Aku akan menemanimu di sini. Menangislah hingga kamu puas. Menangislah hingga air mata itu habis.

Aku masih ingat dengan jelas, saat empat bulan lalu Karin menceritakan hasil medical check upnya padaku. Ia terlihat cemas. Begitupun denganku. Sahabatku ini bukan seseorang yang mudah menceritakan apa yang ada di hatinya. Karena itu, aku hanya bisa menangkap apa yang ia rasakan lewat ekspresi yang tergambar dengan jelas di wajahnya.

“Ra, ada benjolan di payudara kiri gue.”

“Benjolan apa?” Tanyaku, berusaha tenang.

Ia menggeleng. “Nggak tahu. Disuruh dokter observasi dulu. Kalau menjelang dan sesudah menstruasi nanti benjolannya masih ada, baru disuruh periksa ke dokter bedah onkologi.”

Aku mengangguk sambil berusaha tetap tenang di depannya. Kemudian, aku tak pernah lagi menanyakan kondisinya. Ia akan bercerita pada waktunya, jadi percuma saja kalau aku tanyakan dan dia belum ingin menjawab. Ia hanya akan membalas dengan kalimat, “kasih tahu nggak yaaa,” sembari tertawa. Hahaha, aku sudah hafal dengan kebiasaannya.

Karin melepaskan rangkulanku. Ia kembali membiarkan helai demi helai rambutnya yang lepek menutupi wajahnya. Diraihnya sebuah map putih bertuliskan ultra sonografi, lalu diberikannya padaku.

Kesan:

Lesi solid dengan komponen mikrokalsifikasi dan nodul satelit kuadran inferomedial mammae kiri, suspek maligna.

“Maligna…?”

“Dugaan tumor ganas. Kata dokter, setelah biopsi nanti, jaringan tumornya akan dibawa ke patologi untuk tes lab. Kalau jinak, penanganan selesai. Kalau ganas, dilakukan lumpektomi. Jaringan di sekitar yang terkena sel tumor ganas ini akan diangkat. Tapi kalau sudah berkembang, gue harus dimastektomi alias payudara kiri gue akan diangkat. Setelah itu harus kemoterapi selama beberapa kali supaya sel kankernya nggak menyebar.” Karin menjawab dengan suaranya yang parau.

“Tetep tenang ya. Kalaupun harus operasi, semoga nanti semuanya bisa berjalan dengan baik. Udah bilang ke bokap nyokap?” Tanyaku memastikan.

Ia menggeleng.

“Rin, lo harus cerita ke mereka…”

“Lihat nanti ajalah. Udah ah, capek gue nangis. Yuk, pulang.” Karin kemudian membuang tatapannya dan berjalan menyusuri lorong rumah sakit ke pintu keluar. Ia segera memanggil taksi, memaksakan senyum padaku sembari melambaikan tangannya, dan berlalu.

***

“Ra, gue udah cerita ke bokap nyokap. Awalnya mereka kaget karena gue bilang mau operasi, terus tiba-tiba mereka nemenin gue ke yayasan kanker minggu lalu buat nyari second opinion. Baru kali ini nih, hahaha.” Karin bercerita saat jam istirahat makan siang. Wajahnya kini tak semuram kemarin, saat aku bertemu dengannya di rumah sakit.

“Ya iyalah, gue jadi bokap nyokap lo juga bakal kaget kali tiba-tiba anaknya bilang mau operasi. Terus, gimana hasilnya?” Tanyaku pada Karin.

“Tumor jinak, Ra… Kata dokternya enggak apa-apa. Tapi ya gue masih harus USG lagi sih buat mastiin.”

“Syukurlah bukan ganas… USG lagi?” Tanyaku, heran.

“Iya, biar lebih akurat aja sih. Bokap nyokap yang nyuruh, mereka skeptis banget kan sama dokter. Nggak tahu sih, gue sempet mikir apa karena kemarin gue USG 2 hari menjelang menstruasi. Kan sebenarnya nggak boleh tuh, tapi gue tetep di USG sama dokter radiologinya. Gue nanya sih waktu itu, tapi dokternya diem aja. Ini di yayasan kanker gue disaranin USG abis menstruasi. Kalau sebelum katanya nggak akurat.”

“Hmm gitu… Terus, gimana kemarin di sana?”

“Gila yaaaa, gue pas daftar, banyak bener pertanyaan yang harus diisi. Ada keluarga yang punya riwayat kanker enggak, merokok enggak, menstruasi teratur enggak, kapan terakhir kali menstruasi, udah bersuami dan pernah berhubungan badan enggak, dan lain-lain. Banyak bangetlah! Kayak lagi ngerjain soal ujian. Hahaha.”

“Terus?”

“Pas diperiksa dokter, dia bilang teksturnya solid, benjolannya kayak kelereng terus mobile, dan batasnya jelas. Kemungkinan besar itu tumor jinak. Untung dokternya cewek. Gila, kalau cowok gue kan merasa ternodai sebagai perawan, hahaha.”

“Anjiiir! Geblek lo! Terus, itu penyebabnya apa?” Sembari tertawa, aku melemparkan tanya lagi pada Karin.

“Yang gue pernah baca sih ini sifatnya hormonal. Kata dokter yang nanganin gue sebelumnya, belum ada penelitian lebih lanjut penyebabnya apa. Tapi kata dokter yayasan kanker jangan keseringan makan micin, junkfood, dan ayam broiler, terus perbanyak buah dan sayuran. Duh, padahal micin sama ayam pedaging goreng kremes kan enak banget ya! Huhu.” Ia memasang wajah sok memelas.

“Ditambah, lo kan kalau stres demen banget makan ciki sama junkfood. Eh tapi, gue pernah baca micin ini banyak penelitiannya dan masih kontroversi sih. Ada yang bilang bisa bikin bodoh sama kanker, tapi ada juga penelitian bilang enggak apa-apa.” Tandasku.

“Entahlah, yang jelas gue kan generasi micin, cuy. AMI, anak micin Indonesia. Makanan di rumah udah kelewat sehat. Kalau camilan pun sehat, hampa hidup gue. Hahaha. Kemarin nyokap ngobrol sama dokternya. Tumor enggak ada obatnya, satu-satunya cara cuma diangkat alias operasi.”

Aku meringis mendengarnya. Operasi ya? Duh, mendengarnya saja sudah membuat bulu kudukku berdiri!

Karena mendengar cerita-cerita Karin, aku pun bertekad untuk mulai mengurangi konsumsi junkfood, agar hidupku lebih sehat. Karin pernah menyarankanku untuk lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhku. Sejak ia diduga terkena tumor payudara, ia menganjurkanku untuk melakukan deteksi dini tumor payudara dengan cara SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Juga, untuk mencatat jadwal menstruasiku.

Ternyata hal ini bukan hanya berfungsi untuk mengecek masa subur pada wanita yang memiliki program untuk hamil, tapi juga agar perempuan lebih peka terhadap perubahan hormon yang dialaminya saat Pre Menstrual Syndrome (PMS). Juga, untuk mengetahui apakah menstruasinya lancar atau tidak. Karena jika tidak lancar, bisa saja ada indikasi penyakit lain pada tubuhnya seperti miom, kista, dan yang lainnya. Dan sejak itu pula, aku mulai banyak mencari informasi mengenai penyakit ini lewat peramban.

SADARI (Periksa Payudara Sendiri) 

Salah satu cara untuk deteksi dini tumor payudara adalah dengan SADARI. Hal ini dapat dilakukan oleh wanita 7 hingga 10 hari setelah menstruasi, saat payudara tidak lagi membesar, mengeras, dan terasa nyeri. Hal ini harus dilakukan secara rutin  setiap bulan oleh wanita yang sudah mengalami menstruasi.

Berikut langkah-langkah melakukan SADARI:

  1. Berdiri di depan cermin dengan lengan menjuntai ke bawah. Perhatikan apakah ada benjolan atau perubahan ukuran pada payudara.
  2. Berdiri di depan cermin dan angkat kedua lengan sampai berada di belakang kepala. Perhatikan apakah ada benjolan atau perubahan ukuran pada payudara.
  3. Angkat lengan kiri dan raba payudara dengan 3 jari tangan kanan (jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis). Lakukan gerakan memutar, atas ke bawah, atau tengah ke luar untuk meraba apakah ada benjolan atau tidak. Lakukan cara yang sama dengan lengan kanan.
  4. Tekan payudara ke arah puting. Perhatikan apakah ada cairan yang keluar atau tidak. Pria juga dapat melakukan SADARI dengan cara ini. Meskipun penderita kanker payudara pria tidak lebih banyak dari wanita.
  5. Berbaring dengan tangan kiri di bawah kepala. Letakkan bantal di bawah punggung dengan payudara menghadap ke atas. Raba seluruh permukaan payudara kiri dengan gerakan memutar dari tengah ke luar atau atas ke bawah dengan 3 jari tangan kanan. Ulangi cara yang sama untuk memeriksa payudara kanan.

Apabila ditemukan benjolan pada payudara, berusahalah untuk tetap tenang dan segera periksakan benjolan tersebut ke dokter. Biasanya dokter akan menyarankan untuk melakukan SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) dengan catatan wanita tersebut tidak sedang dalam keadaan menjelang maupun sedang menstruasi. Sama seperti SADARI, sebaiknya langkah tersebut dilakukan 7 hingga 10 hari setelah menstruasi selesai dan payudara tak lagi mengeras, membesar, dan terasa nyeri.

1. USG (Ultrasonografi)

Menurut wikipedia, ultrasonografi ialah alat yang prinsip dasarnya menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh telinga. Alat ini dapat membantu deteksi dini tumor payudara, baik itu berupa tumor jinak, ganas, dan juga kista.

2. Mamografi

Mamografi merupakan pemeriksaan bagian payudara menggunakan sinar-X dengan dosis rendah. Pemeriksaan ini disarankan untuk wanita yang sudah berusia lebih dari 40 tahun. Sedangkan pada wanita muda jaringan payudara masih padat, sehingga tidak efektif untuk mendeteksi adanya sel kanker.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI atau pencitraan resonansi magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. Meskipun pemeriksaan MRI cukup nyaman karena hanya berbaring di dalam mesin, namun pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup mahal.

FAM (Fibroadonema Mammae)

Fibroadonema Mammae (FAM) adalah salah satu jenis tumor jinak yang paling umum terjadi di payudara. Fibroadonema berbentuk bulat dengan batas tegas dan memiliki konsistensi kenyal dengan permukaan yang halus, serta ukurannya dapat membesar pada masa kehamilan. Penderita fibroadonema kebanyakan adalah wanita berusia antara 15-35 tahun.

Berikut gejala adanya fibroadonema:

  1. Benjolan tidak terasa sakit (seperti yang dialami oleh Karin).
  2. Berbentuk bulat dengan tepi benjolan yang jelas.
  3. Mudah digerakkan.
  4. Konsistensi benjolan terasa kenyal dan padat.

Kanker Payudara

Kanker payudara menjadi momok yang sangat menakutkan bagi setiap wanita. Bagaimana tidak? Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan kedua penyebab kematian terbanyak pada perempuan setelah kanker leher rahim. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 100 penduduk atau sekitar 347.000 orang.

Semakin dini tanda dan ciri-ciri kanker payudara stadium awal dikenali, semakin mudah sel kanker tersebut dihilangkan dari tubuh. Kanker payudara stadium 0 biasanya belum menunjukkan tanda atau ciri apapun. Namun, pada stadium I sudah mulai bisa dikenali.

Ciri-ciri kanker payudara yang mudah diamati ialah sebagai berikut. Namun, jangan buru-buru panik jika menemukan tanda-tanda tersebut ya. Sebaiknya segeralah periksakan ke dokter, karena bisa saja ciri-ciri tersebut adalah karena adanya kista, tumor jinak payudara, mastitis, ataupun abses.

  • Munculnya benjolan keras atau tebal di payudara atau area sekitar ketiak.
  • Perubahan ukuran, bentuk, atau tampilan payudara.
  • Pembengkakan, kemerahan, atau warna kulit payudara semakin gelap.
  • Perubahan bentuk pada puting payudara, seperti menjadi bersisik, gatal, muncul ruam kemerahan, atau tertarik masuk.
  • Tekstur kulit payudara berubah (muncul kerutan atau menjadi kasar seperti kulit jeruk).
  • Puting mengeluarkan cairan berwarna bening, kekuningan, kecoklatan, atau bahkan darah.
  • Rasa sakit pada payudara yang tak kunjung hilang, bahkan saat memasuki masa menstruasi bulan berikutnya.
  • Bengkak di sekitar ketiak yang disebabkan karena pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Pembuluh vena terlihat pada payudara, akibatnya urat-urat di payudara terlihat dengan jelas.

Perbedaan ciri dan gejala tumor jinak dan tumor ganas memang kadang sulit dikenali. Untuk itulah, penting sekali untuk melakukan deteksi dini tumor payudara dan memeriksakan diri ke dokter agar penyakit ini bisa segera ditangani.

***

“Ra, tumor gue jinak. Ada kista juga tapi karena kecil dan isinya cairan, ntar bisa hilang sendiri dengan menjaga pola makan sehat. Barusan gue ambil hasil USG. Besok gue rontgen thorax sama tes darah, terus minggu depan operasi. Takut sih ngebayangin tubuh gue dibeset terus tangan gue disuntik jarum infus. Pertama kali dirawat inap nih.” Sore itu, Karin memberikan kabar padaku, yang spontan membuatku ikut merasa lega. Ia kemudian mengirimkan foto hasil USGnya padaku melalui whatsapp.

Kesan:
Lesi padat pada mammae kiri, BI-RADS 2 DD/FAM
Fibrokistik mammae dengan kista <1 cm multipel pada mammae kiri

“Oh gituuu… Semoga operasinya lancar ya!” Hanya itu balasan yang kukirimkan padanya. Semoga operasi pengangkatan tumor jinak di payudaramu berjalan lancar, Karin.

Recommended Posts