“Itu di depan ada plang Goa Kristal!” Merin, teman seperjalananku yang duduk di samping kemudi memberitahukan kepada Mas Dandiko yang sedang mengemudi. Melihat plang tersebut, Mas Dandiko segera memarkirkan mobil tepat di bawahnya. Tak ada lahan parkir di sini. Hanya ada tanah kosong yang bisa memuat 3 buah mobil. Karena khawatir, Mas Dandiko memohon izin kepada seorang bapak yang merupakan warga setempat, untuk menitipkan mobil sementara waktu. Beruntung dengan ramahnya, beliau mengizinkan. Terima kasih, Pak!
Goa Kristal terletak di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat. Jaraknya sekitar 20 kilometer dari Kota Kupang. Aksesnya memang gampang-gampang susah. Kami bisa dengan mudah menemukan jalan menuju ke goa ini di google maps, namun pada kenyataannya, kami masih harus bertanya kepada penduduk sekitar lokasi tepatnya Goa Kristal ini berada. Hal ini dikarenakan minimnya petunjuk menuju kawasan.
“Bener nih jalannya? Gersang banget kayak nggak ada tanda-tanda kehidupan. Pohonnya aja kering semua.” Kak Sherly membuka suara. Kami hanya menoleh, tapi tak satupun yang menggubris. Semua sibuk mencari petunjuk dimana Goa Kristal berada.
Setelah berjalan kaki melintasi lahan kosong dengan pepohonan kering dan bebatuan karang, kami berhasil menemukan Goa Kristal. Yay!
Setiba di mulut goa, aku dan teman-temanku harus masuk satu per satu melalui lubang kecil dan berjalan menyusuri goa yang gelap. Kunyalakan senter melalui ponsel dan mengarahkannya pada genangan air yang berada jauh di bawah kakiku. “Aaaah, cantik banget! Warna airnya toska!” Kataku, terkesima.
Aku menapakkan kaki di bebatuan karang yang lembab dengan hati-hati. Menuruni satu per satu bebatuan dengan tangan kanan menggenggam senter ponsel dan tangan kiri berpegangan pada batu.
Waktu terbaik mengunjungi Goa Kristal adalah pagi sekitar jam 10 hingga tengah hari saat matahari menyusup di sela-sela goa dan memantulkan warna biru berkilauan layaknya kristal. Ini juga yang menjadi alasan kenapa goa ini dinamakan Goa Kristal.
Tak mau menunggu lebih lama, aku melepaskan sandal yang tengah kukenakan dan menggantinya dengan fin (kaki katak), serta tak lupa kupasangkan masker selam di wajah. Kemudian, aku menceburkan diri ke dalam genangan air tenang berwarna toska ini. Saking beningnya genangan air, aku bisa melihat bebatuan karang yang tinggi menjulang dari dasar goa. Namun, karena kondisi goa begitu gelap dan tak memiliki senter untuk menyelam, tak satupun dari antara kami berani menyelami kedalamannya.
Menurut penuturan seorang warga lokal yang kutemui, konon, ada sebuah lubang kecil di dasar goa yang terhubung dengan laut. Memang, lokasi Goa Kristal ini berada dekat dengan Pelabuhan Bolok. Karena itulah air di goa ini terasa sedikit asin.
Satu jam berlalu. Rasanya kami masih kerasan bermain air di sini. Ingin berenang lebih lama, merasakan kesegaran air payau goa ini menyentuh kulit kami lebih lama lagi. Namun sayang, cacing-cacing di perut kami mulai berontak meminta dijejali makanan. Sebelum meninggalkan goa guna mencari makan untuk santap siang, kami harus mengganti baju basah yang masih kami kenakan dengan baju kering agar tak masuk angin.
Berjarak satu meter dari mulut goa, terdapat sebuah bilik yang bisa digunakan untuk mengganti pakaian. Jangan berharap bisa mandi, karena tak ada tempat membasuh tubuh di sini. Sayang sekali, padahal jika lebih dirawat dan disediakan sarana kamar mandi untuk membasuh tubuh, aku yakin tempat ini bisa menjadi potensi wisata menjanjikan yang tentu juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
