Musim menanggalkan daun-daun. Rerumputan hijau berubah kecokelatan, menghiasi gugusan pulau-pulau eksotis tak berpenghuni di Taman Nasional Pulau Komodo. Tak terkecuali Pulau Padar.
Kulit Sensitif tapi Suka Travelling? Jangan Sedih!
Kesel enggak sih? Sudah menyiapkan banyak hal demi sebuah perjalanan, tiba-tiba kamu harus membatalkannya. Karena apa? ALERGI! Aaargh, aku sih kezel banget!! Apalagi kalau sudah beli tiket pesawat. Rugi dooong! Hiks.
Waerebo, Indahnya Desa di Atas Awan
“Neka hemong kuni agu kalo” – Jangan lupakan tanah kelahiranmu
(Pepatah Manggarai)
Kuhirup dalam aroma teh yang disediakan mamak bagiku. Kutangkupkan jemari di gelas yang masih hangat, berupaya menampik dinginnya malam yang kian mendekap tubuhku. Dua jam lalu, akhirnya aku menjejakkan kaki di sini. Di desa yang sudah sejak lama menjadi salah satu destinasi impianku. Desa di atas awan. Waerebo.
Yuk Mengenal Budaya dan Sejarah NTT di Kupang
Sepintas, sebuah bangunan besar di tengah kota dengan halaman yang cukup luas menarik perhatianku. Sungguh berbanding terbalik dengan bangunan-bangunan yang dibangun ‘ala kadarnya’ yang kulewati sepanjang jalan. Dua buah patung komodo yang berada di sisi kanan dan kiri atas gapura seakan menyambut kedatanganku yang berpeluh karena teriknya mentari yang begitu menyengat. Ah benar saja, ternyata bangunan tersebut adalah Museum Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Museum ini terletak di Jalan Raya El Tari II no. 52, hanya berjarak 4 kilometer atau sekitar 10 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan dari Bandara Internasional El Tari, Kupang.
Kebut Gunung? Siapa Takut!
Rindu. Satu kata yang menggambarkan bagaimana rasa yang selama ini kupendam akhirnya menyeruak dan membuatku memutuskan untuk kembali mendaki gunung pasca cedera tulang belakang dan tulang ekor yang kualami setahun yang lalu. Rasa takut tentu masih menyelimuti. Namun, dukungan keluarga keduaku, Tektok Team, selalu bisa menjadi obat penawar.
Silaturace dan Hitchhike Pertamaku
“Cil, masa kita setim di Silaturace. Sama Yusoen juga.” Malam itu tiba-tiba Karet mengirimkan whatsapp padaku dan mengabarkan kalau kami akan berada dalam satu tim saat mengikuti event Silaturace yang diadakan oleh BASKOM (Bakti Sosial Lintas Komunitas). Aku kaget, namun tak berapa lama tertawa. Ya ampuuun nggak kemana nggak dimana ketemunya Tektok Team lagi! Padahal pembagian kelompok ini dikocok secara adil lho saat meeting para peserta Silaturace di Roti Bakar Ghifari, Tebet, 2 hari sebelum event dilaksanakan.
Silaturace adalah sebuah acara yang diadaptasi dari Amazing Race dimana peserta diwajibkan menyelesaikan petunjuk dan tantangan dari pos pertama ke pos selanjutnya. Acara ini mengusung konsep kolaborasi antar komunitas dan bertujuan untuk meningkatkan tali silaturahmi. Ada beberapa komunitas yang berkolaborasi untuk mengadakan event kali ini, antara lain Backpacker Indonesia Jabodetabek, Backpacker Jakarta, Tektok Team, Jalan Pendaki, Hammockers Indonesia, Hitch Hiker Indonesia, Backpacker Society, Pendaki Cantik, Sahabat Relawan, dan lainnya. Saat mengikuti Silaturace, para peserta diwajibkan membawa satu buku bacaan untuk disumbangkan ke taman-taman baca yang ada di seluruh Indonesia melalui event 1000 Buku Klub Buku & Blogger Backpacker Jakarta.
Merbabu dan Tektok Team Gesrek
Our family is a circle of strength and love. With every birth and every union the circle of love grows. Every crisis faced together make the circle stronger.”
-Unknown-
Katanya, seindah apapun gunungnya, kalau teman 1 tim nggak enak, perjalanan juga jadi nggak menyenangkan. Gimana menurut kalian? Kalau aku sih sangat setuju. Buktinya aku pernah naik gunung yang sama, tapi rasanya berbeda. Lebih menyenangkan. Apalagi kali kedua mendaki gunung ini, aku bersama dengan keluarga keduaku. Tektok Team.
***
“Wah kita salah jalur nih, harusnya jalur yang tadi. Yang ini buntu.” Kata Bang Maman, team leader pendakian tektok Merbabu yang biasa kami panggil Bapak TL, sambil menyeringai dan menggaruk kepalanya.
Desir Pasir Pantai Banyu Tibo
Pasir berdesir. Suara ombak pecah, menghantam karang, menggulung hebat. Gemuruhnya ciptakan irama merdu, menghipnotisku yang menjejak di bawah mega-mega merah jingga cakrawala. Di hamparan pasir putihmu.
Irama air terjun menderu, mengalir deras ke lautan lepas. Berkejar-kejaran dengan ombak.
Rappelling di Curug Lembah Pelangi
“Emang daritadi saya lihat udah kempis sih, Pak” ujar Evan, salah satu contact person trip kali ini kepada bapak sopir.
Bersama dengan Komunitas Backpacker Jakarta, kami akan melakukan perjalanan menuju Curug Lembah Pelangi di minggu pagi akhir bulan Maret ini. Jam keberangkatan yang seharusnya tepat di angka delapan, terpaksa mundur 45 menit karena menunggu peserta trip yang lain. Sudah terlambat, ban angkot kedua yang kami sewa juga kempis. Duh, nasib. Kami harus menunggu bapak sopir mengganti ban selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan kembali.
Mengenal Suku Sasak di Desa Sade Lombok
Sade merupakan salah satu desa adat suku Sasak, suku asli Lombok, yang terletak di Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Akses menuju desa ini sangat mudah, hanya 15 menit dari bandara. Letaknya yang berada di pinggir jalan, memudahkan kita untuk menemukan desa yang masih memegang teguh adat istiadat leluhur ini.