Yaahowu!
Begitu sapaan akrab yang dilontarkan masyarakat Nias ketika aku tiba di pulau ini. Mungkin kalian bertanya, Nias ada di mana sih?
Nias merupakan bagian dari wilayah Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Pulau ini memang tidak sepopuler Lombok atau Bali, tetapi keindahan bentang alam dan warisan budayanya tidak kalah menarik untuk dikunjungi.
Untuk menuju Pulau Nias dari Jakarta, aku harus transit di Bandara Kuala Namu, Medan, kemudian dilanjutkan dengan penerbangan ke Bandara Binaka, Nias, selama kurang lebih 50 menit.
Transportasi lain menuju Nias adalah dengan naik bus dari Sibolga, kemudian menyeberang dengan kapal feri menuju ke Nias. Perjalanan menggunakan kapal dapat ditempuh selama kurang lebih 9 jam.
Berikut destinasi wisata yang cihui di Nias:
1. Pantai Tureloto
Jika kamu penyuka pantai berpasir putih, kamu wajib mengunjungi Pantai Tureloto yang terletak di kecamatan Lahewa, Nias Utara. Tak hanya menyuguhkan keindahan pasir putih, Tureloto juga menyuguhkan keunikan berupa gugusan terumbu karang yang menghiasi pantainya. Menurut penduduk lokal, gugusan terumbu karang tersebut muncul sejak gempa bumi yang melanda Nias tahun 2005 silam.
Seakan tak habis memanjakan mata dengan keindahannya, pantai ini juga membuat takjub dengan fenomena ajaibnya. Tingginya kadar garam yang terkandung dalam laut ini membuatmu terapung di permukaan, persis seperti di Laut Mati Yordania. Karena hal itulah, Pantai Tureloto disebut juga sebagai Laut Mati-nya Indonesia.
Untuk mengunjungi pantai ini tidak dikenakan biaya masuk. Namun kita bisa membantu perekonomian penduduk lokal dengan membeli makanan atau minuman yang dijual di bale-bale yang terdapat di pinggir pantai.
2. Museum Pusaka Nias
Museum Pusaka Nias terletak di Kota Gunungsitoli. Karena pergi seorang diri dan tidak tahu dimana letak museum ini berada, aku menuju ke sana menggunakan mode transportasi umum yaitu becak motor dengan biaya Rp 5,000,-.
Sangat disayangkan aku tidak diperbolehkan masuk karena pada hari Minggu pukul 10:00, tempat ini difungsikan sebagai rumah ibadah umat Kristiani. Jam kunjungan museum dibuka kembali untuk umum pada pukul 12:00.
Jika berkunjung ke museum ini, gunakanlah pakaian yang sopan. Jangan menggunakan hotpants apalagi tidak mengenakan pakaian. Hal ini dikarenakan pakaian minim masih sangat tabu digunakan di kota ini. Kecuali jika berkunjung ke Nias Selatan yang sudah banyak dikunjungi wisatawan mancanegara.
3. Bukit Genasi
Dalam perjalanan dari Gunung Sitoli menuju Teluk Dalam, Nias Selatan, kami singgah untuk menyantap makan siang di sebuah bukit bernama Bukit Genasi.
Bukit yang terletak di Kecamatan Lahusa ini menyajikan hamparan laut yang terbentang luas dan begitu menawan. Jernihnya laut yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan keindahan rimbunan hutan tropis yang berwarna hijau menghiasi lereng-lerengnya. What an amazing view!
Begitu melanjutkan perjalanan sekitar kurang lebih 5 meter, mataku kembali dimanjakan oleh keeksotisan laut Nias Selatan. Sayang, mobil kami terus melaju. Adikku menyarankan untuk tidak singgah karena hari sudah siang sedangkan perjalanan menuju Teluk Dalam masih begitu jauh.
4. Fahombo / Hombo Batu
Fahombo atau Hombo Batu atau yang lebih dikenal dengan Lompat Batu adalah salah satu warisan budaya leluhur Nias yang sudah sangat terkenal. Bahkan, tradisi ini pernah diabadikan dalam mata uang seribu rupiah.
Tradisi ini merupakan warisan turun-temurun yang hanya boleh dilakukan oleh anak laki-laki keturunan Nias. Anak laki-laki yang dapat melompati batu setinggi kurang lebih 2 meter ini dianggap sudah dewasa dan boleh menikah. Akan tetapi, tidak semua anak laki-laki keturunan Nias dapat melompati batu ini meskipun telah berlatih sejak kecil. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, unsur magis yaitu arwah leluhur juga turut berperan dalam tradisi Fahombo ini.
Untuk menyaksikan secara langsung tradisi lompat batu ini, aku harus membayar sebesar Rp 300,000,- untuk dua kali lompatan. Cukup mahal ya.
5. Desa Bawomataluo
Desa Bawomataluo yang memiliki arti bukit matahari ini berada di ketinggian 324 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai desa yang terkenal dengan Fahombo atau Lompat Batu ini, kita harus menaiki 86 anak tangga.
Desa ini menyimpan banyak monumen-monumen peninggalan Zaman Megalitikhum yang terukir di sepanjang Omo Hada (rumah tradisional di Desa Bawomataluo).
Di tengah-tengah desa, terdapat sebuah bangunan besar yang merupakan rumah bagi raja yang diapit oleh deretan Omo Hada. Omo Nifolasara namanya. Konstruksi bangunan ini cukup unik karena dibangun tanpa paku. Hanya dengan pasak kayu untuk mengikat dan menyambung palang satu sama lain.
Untuk menuju ruang utama Omo Nifolasara ini, aku harus menaiki sebuah tangga dengan begitu banyak tiang penyangga yang terlihat kokoh. Terdapat banyak ornamen yang diukir di setiap sudut tembok rumah megah ini.
Pakaian adat khusus untuk pelompat batu Nias pun terlihat menghiasi sebuah sudut di ruang utama Omo Nifolasara ini.
6. Pantai Lagundri dan Sorake
Pantai Lagundri dan Sorake terletak pada garis pantai yang sama dan hanya berjarak sekitar 2 km. Selama aku berada di Nias, kedua pantai ini paling ramai dikunjungi oleh wisatawan. Terutama wisatawan mancanegara.
Pantai Lagundri dan Sorake memiliki potensi ombak yang besar hingga mencapai ketinggian 5-10 meter pada musim tertentu, sehingga menjadikan pantai ini sebagai salah satu lokasi surfing terbaik di dunia.
7. Pantai Baloho
Pantai Baloho yang juga terletak di Teluk Dalam, Nias Selatan ini, memang tak sepopuler Pantai Lagundri dan Sorake. Namun, keindahan pantai berpasir putih ini tak kalah menarik. Menikmati mentari yang kembali ke peraduan di tengah rimbunan pohon kelapa dapat menjadi pilihan penutup hari yang ciamik di Nias.