img_5682

Tektok 30 jam menggapai Puncak Arjuno-Kembar 1-Welirang merupakan pendakian keduaku dengan Tektok Team, tim yang sudah seperti keluarga kedua bagiku. Banyak yang mengatakan kami keluarga gila, mendaki gunung dengan cara tektok. Berjalan hingga puncak, kemudian segera turun kembali ke basecamp tanpa menginap. Bahkan, tenda pun tak kami bawa dalam daypack kami yang rata-rata hanya berukuran 20 liter. Jika ingin beristirahat, kami hanya menggelar survive lite, saling merapatkan tubuh agar tetap hangat, dan tidur beratapkan langit yang luas. Percayalah, langit malam yang bertabur bintang juga dapat menjadi obat penawar lelah.

Jumlah anggota yang ikut pendakian kali ini adalah 16 orang. Semuanya telah memiliki banyak pengalaman tektok gunung, kecuali aku yang hanya pernah mencicipi Bongkok-Parang-Lembu sebulan sebelumnya. Namun, tak sedikitpun rasa ragu terbersit dalam hati. Aku harus bisa menaklukkan diriku sendiri melalui tektok Arjuno-Kembar 1-Welirang ini! Lagipula, ini merupakan kesempatan emas karena Kapten Sulham mengizinkanku, si anak bawang, mengikuti pendakian ini.

Gunung pertama yang akan kami daki adalah Gunung Arjuno. Kami mendaki melalui jalur Lawang. Pendakian dimulai dengan pemandangan kebun teh, lalu memasuki Sabana Lincing yang semakin menanjak, kemudian semakin masuk ke dalam hutan.

13690853_10209755346261408_8768740141821979205_n
Jalur awal pendakian berupa perkebunan teh
11059668_563465920485667_2344370890003464536_n
Pos 1 Alang-alang
12919642_563466013818991_5996135601198513375_n
Pos 2 Lincing
img_5734
Pos 3 Mahapena

img-20160327-wa0015-01
img-20160330-wa0054

img_5718
View Sabana Lincing
13707681_10209755348621467_3226075039853859520_n
Istirahat dulu, guys 😀

Masih terekam jelas di ingatanku ketika kami merapatkan barisan di Alas Lali Jiwo. Dalam Bahasa Jawa, lali jiwo berarti lupa diri. Menurut kepercayaan setempat, orang-orang yang memiliki niat jahat akan tersesat dan lupa diri di hutan ini.

12931284_563943613771231_5366202672804878780_n
Alas Lali Jiwo

Kami terus berjalan sambil sesekali mengistirahatkan kaki hingga malam menjelang. Karena dingin begitu menusuk tubuh, kami membuat beberapa lingkaran kecil dan saling merapatkan diri agar suhu tubuh tetap terjaga. Ya, beginilah cara kami berbagi kehangatan saat dingin menyerang.

Kurang lebih pukul 20:08, kami tiba di puncak Arjuno yang dikenal dengan Puncak Ogal-Agil. Rasa bangga dan haru menyelimuti hati. Gunung pertama dalam misi kali ini sukses kami daki. Yeay!

12923128_563466703818922_8259550241964971732_n
Puncak Arjuno/Puncak Ogal-Agil (3,339 mdpl)

Karena angin bertiup sangat kencang di Puncak Ogal-Agil, kami segera turun menuju pertigaan Kembar 1. Dalam perjalanan, Kak Indri terlihat sangat lemas karena maag yang dideritanya kumat dan tak sedikitpun asupan kalori masuk ke tubuhnya. Sebenarnya sudah sejak awal ia terlihat seperti itu, sehingga harus bertukar dengan beban yang lebih ringan yaitu daypack Bang Maman. Namun berkat tekad yang kuat, ia bisa tiba di Puncak Ogal-Agil.

Kami beristirahat sejenak di pertigaan Kembar 1. Tubuh kami cukup kelelahan saat itu. Harus diakui, kami memang kurang istirahat sebelum melakukan pendakian kali ini. Bayangkan saja, kami tiba di Bandara Juanda pukul 23:00, kemudian mampir ke angkringan untuk membeli bekal selama tektok. Di perjalanan menuju Malang pun kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol dan melepas rindu. Bahkan setelah tiba di basecamp, kami hanya sempat repacking dan mengganti baju dengan seragam tektok. Jadilah stamina tubuh kami kurang prima kali ini.

Kami diberikan waktu untuk merebahkan tubuh selama kurang lebih satu jam. Tanpa membuang banyak waktu, kami segera meringkuk dalam survive lite dan tidur berdekatan satu sama lain.

Entah apa yang sedang kumimpikan saat itu, mungkin kamu hingga akhirnya seseorang mengguncang tubuhku dan memaksaku untuk kembali ke dunia nyata. Ah, padahal tidurku sangat lelap. Setelah berusaha membuka mata, ternyata sedang ada bahasan serius dalam tim. Kondisi Kak Indri tak kunjung membaik sehingga kami harus mengambil keputusan bahwa tim akan dibagi menjadi dua.

Tim pertama yang akan kembali ke basecamp terdiri dari Daniel, Pipin, Maman, Fuksen, Ijal, Yusen, Indri, dan Mahmud. Sedangkan tim kedua yang akan melanjutkan misi menuju Puncak Kembar 1 dan Welirang adalah Kapten Sulham, Ridwan, Alief, Doni, Iis, Didi, Karet, aku, serta kedua guide, Mas Atim dan Mas Heri. Kapten mengimbau siapapun yang tak lagi memiliki persediaan air sebaiknya kembali ke basecamp karena perjalanan masih panjang dan tubuh tentu butuh banyak cairan.

“Yang turun bukan berarti tidak kuat, yang naik bukan berarti selalu kuat”

                                                                                                                      -Koko Daniel-

Perjalanan menuju Puncak Kembar 1 dimulai dengan melewati Lembah Kidang. Karena masih mengantuk, beberapa kali aku tergelincir di jalur. Syukurlah, Bang Ridwan yang berjalan di belakangku membantu dengan sigap.

Setelah berjalan kurang lebih dua jam, pukul 04:12 kami tiba di Puncak Kembar 1. Yeay gunung kedua!

img_6012

img_6014
Puncak Kembar 1 (3,051 mdpl)

Kami menghabiskan waktu selama setengah jam untuk beristirahat dan mengabadikan beberapa momen di Puncak Kembar 1. Setelah itu, kami segera melanjutkan perjalanan menuju Puncak Welirang.

Meskipun sempat tertidur barang sepuluh menit di Puncak Kembar 1, aku tetap tak bisa menepis rasa kantuk. Aku berjalan tak tentu arah, terkadang menyerong ke kanan atau kiri, dan terkadang terantuk batu. Beruntung aku memiliki tim yang hebat dan panjang sabar. Tak sedikitpun mereka meninggalkanku di saat kantuk menyerang dan jalanku mulai terseok-seok karena lelah. Semua pasti merasa lelah, namun tetap saling membantu dan berjalan beriringan. Aaah, kalian memang tim terbaik!

Seusai melewati hutan, kami berjalan melalui jalan setapak di tepian lereng Gunung Welirang. Di sebelah kiri terdapat sebuah jurang besar yang membatasi hutan hijau dan lereng-lereng gunung di seberangnya. Dari balik lereng tersebut, mentari muncul dengan malu-malu.

Kami terus melanjutkan perjalanan hingga jalan setapak berganti menjadi jalan yang penuh dengan bebatuan dan pasir. Apabila angin bertiup, debu dan pasir yang berserak cukup mengganggu pernapasan dan jarak pandang.

Pukul 06:00, kami tiba di Puncak Welirang. Tak satupun kata dapat menggambarkan perasaan kami saat itu. Rasanya gembira bukan main! Yeay mission accomplished!

img_6101
Puncak Welirang (3,156 mdpl)
img_6104
Bersama dengan Mas Atim & Mas Heri (guide Arjuno)

Setengah jam sudah kami habiskan untuk bernarsis ria di Puncak Welirang. Setelah itu, kami bersiap-siap turun menuju basecamp. Dalam perjalanan, kami melihat sebuah pohon rindang dan tanah yang datar. Kapten memutuskan untuk beristirahat sebentar guna mengisi perut yang keroncongan. Tampaknya cacing-cacing di dalam perut kami sedang berdemo, menanti satu dua suap makanan menjejali perut yang masih kosong.

Kali ini, kami beristirahat cukup lama. Satu jam. Momen bully-bully sayang —begitu kami menyebutnya— pun mengalir, meramaikan suasana pagi. Setelah istirahat dirasa cukup, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju basecamp via jalur Tretes.

Alangkah terkejutnya ketika dalam perjalanan turun, kami bertemu dengan tim pertama yang akan turun menuju basecamp. Lebih mengejutkan lagi saat kami melihat Kak Indri dibopong dengan tandu oleh Daniel, Pipin, Maman, Fuksen, Ijal, dan Yusen. Sedangkan Mahmud, salah satu dari dua anggota perempuan di tim tersebut berjalan beriringan bersama mereka.

img-20160330-wa0020

Melihat hal tersebut, kami segera menghampiri. Mereka terlihat kaget, mungkin tak menyangka kalau kami akan berpapasan di jalan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak. Uni Didy dan Karet berusaha membantu mengganti pakaian Kak Indri yang lembab agar suhu tubuhnya tetap terjaga dan memaksa untuk mengisi perutnya dengan air gula. Sedangkan Uni Iis dan aku memilih merogoh cokelat yang masih tersisa dan membagikannya pada anggota tim, terutama keenam teman kami yang dengan rela hati membopong Kak Indri.

Setelah berdiskusi, Alief sebagai sweeper bersama Mas Atim memutuskan untuk berjalan terlebih dahulu menuju basecamp untuk memohon bantuan. Sedangkan yang lain berjalan perlahan mendampingi Kak Indri yang dipapah oleh Karet. Kondisi trek menuju Basecamp Tretes ini berbatu dan cukup landai, sehingga masing-masing dari kami berpikir pasti sulit apabila menandu Kak Indri.

Kami berjalan perlahan dan beristirahat sesekali. Bahkan, ada saat kami tertidur dengan begitu lelap, dan ketika terbangun langit mulai terlihat gelap dan hujan mulai turun. Kami kembali melanjutkan perjalanan dengan mengenakan jas hujan maupun jaket waterproof.

Di tengah perjalanan, rinai hujan bertambah deras dan petir terus menggelegar. Jalur berbatu dialiri oleh air hujan yang mengalir deras, sehingga bebatuan tak lagi tampak dan menyebabkan kakiku terantuk batu beberapa kali, meskipun aku sudah bertumpu pada trekking pole untuk meraba kondisi jalur yang tergenang di depanku. Sakit rasanya.

Hujan mereda. Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya kami tiba di basecamp. Meski tak ada seorangpun tim evakuasi dari basecamp datang untuk menolong kami, namun berkat kerjasama tim yang begitu solid, kami semua dapat kembali ke basecamp dalam keadaan selamat. Kondisi Kak Indri pun berangsur membaik. Yah, meskipun aku harus merelakan sepatu trekkingku menganga karena berkali-kali terbentur batu dan Mahmud harus merelakan telepon selularnya rusak karena basah terkena hujan, hehe.

Terlepas dari itu semua, kami mendapat banyak pelajaran dari perjalanan kali ini. Tentang cara menaklukkan diri sendiri, time management, dan tentang kerjasama tim.

Dear Tektok Team, terima kasih untuk kebersamaan selama 30 jam 5 menit yang telah kita lalui bersama!


Contact Person Basecamp Lawang + Guide : Rudi 081330787722

Foto : dokumentasi Tektok Team

Recommended Posts